September 20, 2014

Pemanasan Global Memang Nyata

Sebentar lagi kita memperingati Hari Bumi setiap 22 April untuk kembali diingatkan tentang perlunya menyelamatkan bumi kita. Untuk renungan bersama, coba kita lihat fakta seperti apa pemanasan global yang terjadi saat ini. Pemanasan global (global warming) sering kita dengar dan sering dipersalahkan sebagai penyebab perubahan iklim yang terkait dengan bencana meteorologis. Sebenarnya yang kita nilai sebagai bencana hanyalah cara alam mengembalikan kesetimbangan karena adanya ketidakstabilan, sebagian besar karena ulah manusia (antropogenik).

 

Emisi karbon dioksida (CO2) dari industri, transportasi, dan kegiatan rumahtangga terus meningkat dan hutan-hutan sebagai penyerap CO2 makin gundul. Bumi hanya melaksanakan sunatullah (hukum alam) bahwa kandungan CO2 yang makin tinggi akan menyebabkan panas di bumi akan tertahan di atmosfer.  Ya, bumi akan makin panas. Itulah yang dikenal sebagai pemanasan global atau global warming.

Kita tahu, sumber utama energi di bumi adalah radiasi matahari. Pemanasan oleh matahari yang secara reguler berpindah ke utara-selatan menyebabkan perubahan pola pemanasan yang berkait dengan pola angin dan curah hujan.  Itulah perubahan musim. Namun dengan adanya panas yang terperangkap di atmosfer akibat pemanasan global, pola dinamika atmosfer itu menjadi berubah. Alam membuat kesetimbangan baru. Bukan lagi keteraturan yang biasa kita alami, ada anomali  (penyimpangan).


Kekeringan, curah hujan tinggi, angin kencang, dan gelombang tinggi hanyalah masalah perubahan distribusi energi  yang menyebabkan perubahan pemanasan permukaan bumi (daratan dan lautan) yang mengubah konveksi dan dinamika atmosfer. Banjir dan tanah longsor juga cara alam menyetimbangkan dirinya karena daya dukung lingkungan dirusak manusia. Bukit-bukit gundul serta sungai dan saluran air mendangkal atau tersumbat karena erosi dan sampah.

Seperti apa sih pemanasan global itu? Pemanasan global hanya diketahui dari data, karena perubahannya relatif kecil tetapi dalam jangka panjang akan tampak perubahannya. Panas yang kita alami sehari-hari lebih disebabkan oleh pemanasan lokal yang bergantung pada liputan awan dan kondisi lingkungan sekitar (adanya pepohonan dan sifat penyerapan panas objek-objek di sekitar kita).  Di perkotaan pemanasan lokal lebih parah daripada di pedesaan yang dikenal sebagai “pulau panas perkotaan” (urban heat island), karena di kota cenderung pepohonan makin berkurang serta jalan aspal dan bangunan beton merupakan penangkap dan pemancar panas yang efektif.

Situs Goddard Institute for Space Studies di bawah NASA menyediakan basis data suhu global (daratan dan lautan) yang sangat bagus untuk bahan penelitian pemanasan global. Di bawah ini ditunjukkan kenaikan suhu rata-rata bulanan (Januari – Desember) dari data klimatik 30 tahun terakhir (1981 – 2010) yang dibandingkan dengan data 30 tahun sebelumnya (1951-1980). Secara umum terlihat bahwa sebagian besar wilayah mengalami pemanasan dengan indikasi warna kuning sampai merah. Sebagian kecil ada yang mengalami pendinginan dengan warna hijau sampai biru.

Wilayah ekuator (termasuk Indonesia) rata-rata mengalami pemanasan sekitar 0,5 derajat. Sedangkan wilayah sekitar kutub pada musim dingin  mengalami pemanasan lebih tinggi, sekitar 1,2 derajat. Dari segi angka tampaknya kecil, tetapi dampaknya luar biasa. Perubahan suhu sekian derajat berarti sejumlah besar energi yang terakumulasi di wilayah itu.  Dampaknya berupa perubahan sirkulasi udara yang terkait dengan perubahan cuaca (jangka pendek) dan iklim (jangka panjang).











Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar